Postingan

Bentuk Kritik Sosial dalam 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

Berbicara mengenai karya sastra pasti tak bisa lepas dari awal mula kenapa karya tersebut diciptakan. Setiap karya sastra memiliki nilai masing-masing. Nilai-nilai tersebut berupa kekaguman, ketuhanan, dan bahkan kritikan. Hal tersebut tergantung pada fenomena apa yang sedang ditangkap oleh sang pencipta. Memang ketika membahas sebuah karya sastra pastilah kita akan membicarakan sebuah produk pemikiran, ide, dan gagasan dari penciptanya.   Misalnya seperti puisi dari Wiji Thukul yang berjudul Peringatan. Pada puisi tersebut membicarakan sebuah ketidakpuasan pada masa tahun puisi itu tercipta. Artinya, karya sastra adalah sebuah produk yang tepat untuk menuangkan segala bentuk pemikiran ke dalam kemasan kata-kata yang disusun dengan indah. Namun, tidak hanya karya sastra bentuk puisi, adapula yang berbentuk novel dan cerpen. Seperti cerpen yang akan kita ulas kali ini. Cerpen tersebut karya M. Shoim Anwar yang berjudul Sorot Mata Syaila, Tahi Lalat, Sepatu Jinjit Arianti, Bambi dan P

Kritik Video Cover Judika Mama Papa Larang

Kali ini kita akan mengulas karya sastra yang berupa audio visual. Berbeda dengan pembahasan sebelumnya yang selalu membedah karya sastra puisi dan cerpen, kali ini kita akan mengkritik video lagu Mama Papa Larang milik Judika yang dicover oleh teman-teman PBI Universitas PGRI Adi Buana Surabaya angkatan 2014. Lagu tersebut memang banyak dicover oleh berbagai kalangan sebab sang penyanyi, Judika berhasil membius para pendengarnya dengan pembawaan sederhana namun terdengar nyaman di telinga. Berdasarkan isi videonya, secara keseluruhan memang bisa dikatakan sudah baik. Para pemeran dalam video pun mampu berakting sesuai dengan lirik lagu yang dibawakan. Pada video tersebut terdapat dua pasang sejoli yang sedang jatuh cinta dan ibu dari si perempuan. Hanya saja pada video tersebut tidak ada sosok bapak/papa yang mencerminkan judul lagunya sehingga dirasa kurang pas. Namun secara keseluruhan pembawaan akting dari ketiga pemerannya sudah sesuai. Apalagi sosok laki-laki yang sangat mencer

Mengupas Lebih Dalam Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufik Ismail

Kali ini kita akan mengupas sebuah puisi karya Taufik Ismail. Ya, ia dikenal setelah menyumbangkan karya-karyanya di tahun 1960-an. Oleh sebab itu, ia termasuk sastrawan angkatan 66. Namun, kali ini kita akan membahas puisi yang berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia . Sebuah judul yang menimbulkan banyak pertanyaan, bukan? Apa maksud Taufik Ismail dalam puisi tersebut? Hal inilah yang membuat pembaca semakin tak sabar untuk segera membacanya. Sebuah puisi biasanya berisi mengenai bentuk pengungkapan ekspresi penyair berdasarkan ide gagasannya dan dikemas melalui rangkaian diksi yang indah. Taufik Ismail pun juga begitu. Pada puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia , ia menceritakan keluh kesahnya mengenai pengalamannya. Berdasarkan isinya, puisi tersebut sebenarnya membicarakan penggabungan dua masa. Penyair membuat puisi tersebut di tahun 1998 tetapi isinya mengenai pengalaman pribadinya di tahun 1956. Secara tidak langsung jelas menggambarkan bentuk perbandingan masa Orde Lama dan

Menilik Prinsip Hidup dalam Cerpen Setan Banteng Karya Seno Gumira Ajidarma

        Ketika disuguhkan sebuah cerpen karya Seno Gumira Ajidarma, kita akan diajak untuk berpikir kritis dan muncul rasa ingin tahu mengenai ide pokoknya dalam membuat cerpen ini. Kali ini cerpen yang akan diulas berjudul Setan Banteng . Sebuah judul yang unik bukan? Bagaimana tidak, istilah tersebut memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, arti kata ‘setan’ yang berarti makhluk halus, sedangkan ‘banteng’ sendiri bermakna sebagai binatang besar yang menyerupai sapi tetapi memiliki tanduk. Ya, pembaca akan dibuat berpikir lebih keras untuk memaknai judul cerpen tersebut sebelum membacanya. Namun, setelah membaca cerpen tersebut secara keseluruhan, makna yang ingin disampaikan penyair sebenarnya mengenai aksi atau kegiatan ritual daerah yang memiliki sifat mistis. Setelah dipahami lebih jauh lagi, isi dari cerpen tersebut sebenarnya mengenai rasa penasaran yang muncul dari sekelompok anak sekolahan. Pada awalnya mereka ditantang oleh pemimpin ritual untuk mencobanya. Kemudian ada sa

Bentuk Kepalsuan dalam Puisi Sajak Palsu Karya Agus R. Sarjono

  SAJAK PALSU Agus R. Sarjono   Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu ya

Menyuarakan Ketidakadilan dalam Puisi Wiji Thukul

  PERINGATAN Wiji Thukul   Jika rakyat pergi Ketika penguasa pidato Kita harus hati-hati Barangkali mereka putus asa Kalau rakyat bersembunyi Dan berbisik-bisik Ketika membicarakan masalahnya sendiri Penguasa harus waspada dan belajar mendengar Bila rakyat berani mengeluh Itu artinya sudah gasat Dan bila omongan penguasa Tidak boleh dibantah Kebenaran pasti terancam Apabila usul ditolak tanpa ditimbang Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan Dituduh subversif dan mengganggu keamanan Maka hanya ada satu kata: lawan!   DI BAWAH SELIMUT KEDAMAIAN PALSU Wiji Thukul   Apa guna punya ilmu Kalau hanya untuk mengibuli Apa gunanya banyak baca buku Kalau mulut kau bungkam melulu Di mana-mana moncong senjata Berdiri gagah Kongkalikong Dengan kaum cukong Di desa-desa Rakyat dipaksa Menjual tanah Tapi, tapi, tapi, tapi Dengan harga murah Apa guna banyak baca buku Kalau mulut kau bungkam melulu   Memasuki bulan Mei,