Mengupas Lebih Dalam Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufik Ismail
Kali ini kita akan mengupas sebuah puisi karya
Taufik Ismail. Ya, ia dikenal setelah menyumbangkan karya-karyanya di tahun
1960-an. Oleh sebab itu, ia termasuk sastrawan angkatan 66. Namun, kali ini
kita akan membahas puisi yang berjudul Malu
(Aku) Jadi Orang Indonesia. Sebuah judul yang menimbulkan banyak
pertanyaan, bukan? Apa maksud Taufik Ismail dalam puisi tersebut? Hal inilah
yang membuat pembaca semakin tak sabar untuk segera membacanya.
Sebuah puisi biasanya berisi mengenai bentuk
pengungkapan ekspresi penyair berdasarkan ide gagasannya dan dikemas melalui
rangkaian diksi yang indah. Taufik Ismail pun juga begitu. Pada puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, ia
menceritakan keluh kesahnya mengenai pengalamannya. Berdasarkan isinya, puisi
tersebut sebenarnya membicarakan penggabungan dua masa. Penyair membuat puisi tersebut
di tahun 1998 tetapi isinya mengenai pengalaman pribadinya di tahun 1956. Secara
tidak langsung jelas menggambarkan bentuk perbandingan masa Orde Lama dan Orde
Baru.
Pada bait pertama, disebutkan bahwa tokoh aku sebenarnya
sudah bangga menjadi orang Indonesia karena negerinya telah berhasil merdeka
atas jerih payah sendiri. Baru merdeka enam tahun saja sudah diakui dunia. Ia juga
memiliki sahabat dari luar negeri yang justru paham betul akan revolusi
Indonesia. Bahkan, juga hafal betul pertempuran Surabaya. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa justru warga negara asing lebih mengerti bagaimana perjuangan
nyata dalam mengartikan sebuah kemerdekaan.
I
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk
kini
Pada bait kedua, disebutkan bahwa bagaimana bangganya tokoh aku yang
mendapat beasiswa pendidikan di luar negeri. Sayangnya, kebanggaan tersebut
semakin lama semakin memudar. Pasalnya hakikat kemerdekaan tak dapat dijaga
dengan benar oleh warga negara Indonesia. Kini semua akhlak telah dirusak. Hukum-hukum
pun mulai direndahkan. Semua aturan dapat dipermainkan. Norma-norma tak lagi
dihiraukan. Kini semua telah rusak. Malu rasanya menjadi warga Indonesia yang
dengan susah payahnya berjuang untuk merdeka namun telah dirusak segalanya.
II
Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh
Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam
kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
Pada bait ketiga, berisikan puncak amarah dari
sang penyair. Ia membeberkan bagaimana parahnya sistem pemerintahan di
Indonesia. Bagaimana bobroknya sistem birokrasi Indonesia. Mulai dari politik, hukum,
kebebasan hak warga negara, hingga urusan sepak bola pun dipalsukan. Wajar
memang penyair begitu kecewa dan kesal akan sistem pemerintahan Indonesia
karena telah melenceng jauh dari tujuan awal kemerdekaan. Malu rasanya
mengingat sang pahlawan memperjuangkan harga dirinya untuk menyejahterakan
warganya. Jerih payah yang luar biasa dirusak begitu saja.
III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor
satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang
curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan
kakek secara
hancur-hancuran seujung kuku tak perlu
malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam,
kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh
masuk
kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani
seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen
sejati, agar
orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-
sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-
besaran tanpa seujung rambut pun
bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak
habis dan tak
putus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat
belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya
jenazah, sekarang
saja sementara mereka kalah, kelak
perencana dan
pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam
akhirat akan
diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak
rahasia dapat ditawar dalam bentuk
jual-beli, kabarnya
dengan sepotong SK suatu hari akan masuk
Bursa Efek
Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima
belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam
ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar
disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror
penonton antarkota cuma karena sebagian
sangat kecil
bangsa kita tak pernah bersedia menerima
skor
pertandingan yang disetujui bersama,
Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala
Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi
pula Piala
Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina,
India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga cukuplah
Indonesia jadi penonton lewat satelit
saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat
terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk,
Lampung, Haur
Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan
Banyuwangi, ada pula
pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta
terang-terangan di bawah cahaya surya
terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke
pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam
kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di
tumpukan jerami
selepas menuai padi.
Pada bait keempat, menjelaskan bahwa bagaimana malunya penyair melihat
keadaan Indonesia yang telah di ujung tanduk. Ia tak menyangka hakikat
kemerdekaan mudah saja dipermainkan oleh warga negaranya sendiri. Bahkan ini
tidak hanya menyangkut masalah pribadi namun juga seluruh warga Indonesia.
Sungguh mereka yang tak bertanggungjawab tidak memikirkan nasib pahlawannya
yang pasti sedih melihat kondisi pemerintahan tak sesuai tujuan awalnya. Sungguh
malu rasanya apabila diketahui dunia bahwa warganya tak bisa memegang teguh prinsip
kemerdekaan sebenarnya.
Berdasarkan keseluruhan penulisan karya
sajian Taufik Ismail ini, kecil ditemukan kelemahannya. Diksi yang digunakan
penyair pun sebenarnya menggunakan kalimat keseharian dan mudah dipahami. Hanya
saja, penggunaan nama-nama jalan di luar negeri tidak semua diketahui oleh
pembaca. Oleh sebab itu, harus dicari terlebih dahulu melalui website atau
sumber lain. Namun secara keseluruhan, puisi karya Taufik Ismail sangat menarik
karena berhasil membuat pembacanya secara tidak langsung juga mengetahui
perjuangan pahlawan dalam mewujudkan kemerdekaan.
Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia dapat ditarik aktualisasi di situasi saat ini. Lihat saja baru-baru ini Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengkritik Presiden Joko Widodo melalui sebuah poster. Aksi tersebut membuat para pengurus BEM dipanggil pihak rektorat bahkan juga akun medsos milik beberapa anggotanya diretas. Hal ini merupakan sebuah bentuk perampasan hak warga untuk bebas berpendapat. Mengapa hal ini dipermasalahkan? Apakah pemerintah tidak boleh dikritik? Justru sebuah kritikan tersebut seharusnya dapat dijadikan acuan dan bahan pertimbangan untuk dijadikan koreksi serta dapat diambil kesimpulan keresahannya untuk berkembang menjadi lebih baik.
Kutipan lengkap puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail dapat diakses melalui:
http://kepadapuisi.blogspot.com/2013/07/malu-aku-jadi-orang-indonesia_295.html
Komentar
Posting Komentar