Menelusuri Emansipasi dalam Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar

     Ketika menikmati sebuah karya sastra, pasti terdapat interpretasi yang muncul dari dalam benak pembacanya. Oleh sebab itu muncul beberapa kritikan mengenai karya sastra. Begitu pula ketika membaca dan mencermati cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar. Setelah membaca cerpen tersebut, sebagai penikmat sastra, saya merasa bahwa terdapat ambiguitas cerita dengan alur yang penuh liku-liku. Ketika mencermati dari judulnya saja, kita pun secara tidak langsung dipaksa untuk berpikir ada hubungan apa Sulastri dengan empat lelaki? Apakah Sulastri mengalami kekerasan yang sangat mendalam dengan tingkah laku empat lelaki tersebut? Tentu saja sebagai pembaca, pada awalnya kita akan berpikiran yang aneh-aneh. Oleh sebab itu, muncul keingintahuan yang besar untuk segera membaca cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar ini.

Sebenarnya cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar mengisahkan tentang kehidupan seorang istri yang menunggu kepastian suaminya dalam mencari nafkah. Sulastri tak bisa mengandalkan suaminya karena ketidakjelasan pekerjaannya. Sang suami bernama Markam yang justru mengabdikan hidupnya untuk kuburan dan benda-benda pusaka. Ya, Markam hanya mengandalkan pertapaannya dalam mendapatkan uang. Ia rela menyusuri Bengawan Solo yang curam hingga menghanyutkan diri ke Tegal. Melihat kondisi suaminya yang semakin hari semakin tak jelas tingkah lakunya membuat Sulastri pergi ke Timur Tengah untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarganya.

Namun, ketika sampai di sana ternyata apa yang diinginkan Sulastri tak sesuai dengan harapannya. Ia justru hidup menggelandang. Oleh sebab itu akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Namun, caranya untuk pulang ternyata tak semudah yang dibayangkan. Satu-satunya cara untuk pulang adalah dia harus ditangkap oleh polisi setempat dan nantinya akan dideportasi. Penangkapannya juga tak semudah menangkap seorang pencuri. Ia harus bergabung dengan teman-teman gelandangnya untuk mengumpulkan uang setidaknya seribu real per orang, lalu diserahkan pada para perantara yang bekerja ala mafia. Namun, tak disangka-sangka para perantara tersebut berasal dari negeri Sulastri sendiri. Sungguh miris kehidupan Sulastri di negara tersebut.

Tak hanya itu, ternyata di sana Sulastri juga mengalami permasalahan dengan sosok yang bernama Firaun. Entah bagaimana awal mula terjadi permasalahan dengan Firaun tersebut. Penggambaran kedatangan Firaun mulanya ketika Sulastri sedang membayangkan nasibnya di tanggul bibir pantai atas perlakuan Markam kepada dirinya dan anak-anaknya. Kemudian gelombang air laut tiba-tiba datang dan makin lama makin besar. Tiba-tiba dari laut Merah muncul sosok lelaki bertubuh gempal merayap menaiki tanggul. Otot-ototnya tampak kekar, wajahnya kotak, matanya cekung, tubuhnya cenderung pendek, serta dada terbuka dengan pakaian gemerlap yang menutupi pusar hingga lututnya.

Setelah Firaun sampai di atas tanggul, Sulastri tampak kebingungan untuk mencari pertolongan. Ia pun berlari menuju pos polisi dengan berteriak meminta tolong. Tetapi usahanya tak berhasil karena sang polisi tak memberikan reaksi. Firaun dengan cepat mengejar Sulastri hingga jaraknya semakin dekat. Tangan Firaun akhirnya berhasil meraih baju Sulastri dari belakang hingga robek dan tertinggal di genggaman Firaun. Namun, Sulastri terus berlarian hingga membuat Firaun geram. Pada akhirnya Firaun menjambak rambut Sulastri hingga jebol dari akarnya.

Pada saat Sulastri mulai kehabisan nafas, muncul seorang lelaki bernama Musa. Besar hati Sulastri ingin meminta pertolongan kepadanya. Akhirnya Musa memberikan sebuah tongkat yang kemudian dipukulkan ke badan Firaun. Berkeping-keping tubuh Firaun hancur di pasir. Namun, tak lama kemudian Sulastri tersadar bahwa tongkat yang digenggamnya ternyata tidak ada. Ia pun bingung apakah kejadian yang dialaminya merupakan sebuah mimpi atau kenyataan. Tak ada yang tahu.

Nah, dari ulasan tersebut dapat dikatakan cerita yang sangat menarik bukan? Bagaimana bisa tiba-tiba muncul seorang lelaki dari dalam laut yang kemudian menggertak tokoh Sulastri? Jika dipikirkan secara logis, manusia atau makhluk hidup lainnya tidak bisa lama-lama bertahan di dalam lautan. Hal ini karena manusia butuh oksigen untuk bernapas. Kecuali, jika di dalam cerita tersebut disebutkan bahwa sosok Firaun muncul dari dasar laut menggunakan tabung oksigen sebagai alat bantu bernapas. Namun, pengarang tidak menyebutkannya.

Satu hal lagi, yakni mengenai kemunculaan sosok Musa yang menghablur. Jika dalam cerita religi khusunya agama Islam mungkin tahu sifat Musa sesungguhnya. Pengarang menyebutkan sosok Musa yang sebenarnya dan dituangkan dalam cerita. Ya, Musa beserta tongkatnya dan Laut Merah. Jika dipikirkan kembali berdasarkan tinjauan dengan cerita dari agama Islam, hal tersebut bisa saja diterima dan dipahami dengan jelas. Apabila dikaitkan kembali, berarti pengarang ingin mengambil beberapa simbol-simbol dari keseluruhan kisah mengenai nabi Musa AS.

Ketika mencermati lebih dalam lagi cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar ini, lagaknya pengarang memiliki maksud tersembunyi. Sebenarnya cerita tersebut menggambarkan bentuk perjuangan perempuan dalam mengahadapi permasalahannya. Setelah membaca dengan cermat, dapat dipahami bahwa empat laki-laki tersebut adalah polisi, Markam, Firaun, dan Musa. Ya, perempuan tersebut memiliki cara tersendiri dalam menghadapi setiap lelaki yang ditemuinya.

Pertama, penggambaran Sulastri ketika menghadapi polisi. Ketika Sulastri menghadapi polisi, sikap atau perilaku yang diperlihatkan adalah sifat acuhnya. Hal ini dilakukan karena sikap polisi yang berperilaku tidak adil kepadanya lantaran Sulastri ingin pulang ke negaranya namun dipersulit. Oleh sebab itu, ketika polisi meminta Sulastri untuk turun dari atas tanggul pantai, ia menghiraukan dan bersikap acuh kepadanya.

Kedua, penggambaran Sulastri ketika menghadapi suaminya, Markam. Ketika Sulastri menghadapi Markam, sifat atau perilaku yang diperlihatkan adalah kesabaran. Hal ini lantaran sikap suaminya yang tak jelas dalam menghidupi nafkah keluarganya. Markam justru mengabdikan hidupnya untuk kuburan dan benda-benda pusaka. Ia hanya bertapa dan menginginkan benda-benda pusaka yang tak kunjung tiba. Menyikapi markam, Sulastri hanya bisa pasrah karena setiap diajak berbicara mengenai kehidupan keluarganya, Markam tak pernah menghiraukannya.

Ketiga, penggambaran Sulastri ketika menghadapi Firaun. Ketika Sulastri menghadapi Firaun, sikap atau perilaku yang ditunjukkannya adalah bentuk emosional dan kegelisahan. Bagaimana tidak, Firaun yang tiba-tiba muncul menggertak Sulastri saat membayangkan nasibnya di atas tanggul pantai membuatnya kaget. Hal ini dikarenakan bahwa Firaun menjadikan Sulastri sebagai budak dan harus patuh terhadap semua permintaannya. Sulastri tak ingin dijadikan sebagai budak oleh Firaun. Oleh sebab itu, Sulastri dengan segera mencari celah agar bisa lepas dari Firaun dengan berlari secepat mungkin. Melihat pemberontakan Sulastri, Firaun pun dengan cepat mengejarnya hingga ia meraih baju Sulastri dari belakang sampai robek bahkan juga menjambak rambut Sulastri hingga jebol dari akarnya. Namun, Sulastri tetap tak menghiraukan Firaun. Ia justru terus berpacu melangkahkan kakinya agar terlepas dari bayangan Firaun.

Keempat, penggambaran Sulastri ketika menghadapi Musa. Ketika Sulastri menghadapi Musa, sikap atau perilaku yang ditunjukkannya adalah memohon dan merintih untuk meminta pertolongan. Hal ini ia lakukan karena ingin melepaskan diri dari kejaran Firaun yang memburunya. Pada awalnya Musa tidak ingin membantu Sulastri lantaran dirinya masuk ke negara tersebut secara haram apalagi mendengar bahwa suaminya menyembah berhala. Namun, Sulastri terus meyakinkan Musa agar dapat menolongnya. Pada akhirnya, Musa luluh dan merasa iba kepada Sulastri hingga ia menolongnya dengan memberikan tongkat yang penuh kekuatan miliknya.

Sungguh, apabila dirangkai dari setiap perilaku Sulastri ketika menyikapi keempat lelaki yang dihadapinya, dapat dinyatakan sebagai sebuah perjuangan besar dari seorang perempuan. Bagaimana tidak, perempuan yang kodratnya dikatakan sebagai makhluk yang lemah dan harus tunduk kepada lelaki justru digambarkan sebagai makhluk yang kuat dalam menghadapi semua permasalahan dalam cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar tersebut. Semua bentuk rintangan dihadapi Sulastri dengan sabar dan membutuhkan berbagai macam cara yang tak mudah. Pada hal ini, dapat dibuktikan bahwa tidak selamanya perempuan dianggap lemah apalagi dinomorduakan.  

Tetapi tidak bisa dipungkiri, memang hal tersebut benar dan nyata adanya di kehidupan. Perempuan tak selalu mengharapkan pemberian nafkah dari seorang suami. Nyatanya kini banyak sekali perjuangan perempuan untuk mengubah kehidupannya demi membantu perekonomian keluarga. Apapun dikerjakan tanpa memandang fisik dan kelemahannya. Kini banyak sekali profesi lelaki yang mulai digeluti perempuan, misalnya, sopir truk, pilot, nahkoda, pembalap, bahkan menjadi pimpinan DPR. Tanpa rasa malu, hal-hal tersebut lumrah saja jika dilakukan oleh seorang perempuan karena atas dasar niatannya dari awal untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarga karena semua kehendak bisa dilakukan jika kita mau berusaha.

Berdasarkan seluruh uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengarang ingin menyampaikan pesan mendalam mengenai perjuangan perempuan. Posisi perempuan yang awalnya tidak bisa disandingkan dengan lelaki, kini dapat dibantah. Perempuan mampu berjuang dan setara dengan lelaki. Selain itu, perempuan juga boleh bebas dalam mengekspresikan dirinya untuk bertindak tanpa adanya batasan karena sifat dan fisiknya. Hal ini dilakukan agar perempuan dapat maju dan berkembang serta melepaskan diri dari perbudakan.

Menurut saya cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar memiliki daya jual tinggi. Hal ini karena pemilihan diksi yang indah dan apik. Pengarang sangat cerdik dalam mengelola setiap diksi dan penataan kalimatnya. Pembaca diajak masuk dalam ruang ekspresi yang seolah-olah merasakan gambaran suasana Timur Tengah, khusunya di tepi Laut Merah. Pengarang secara gamblang menggambarkan keberadaan situasi di sekitar bibir Laut Merah. Mulai dari adanya gelombang-gelombang, tiang-tiang pengikat, kapal-kapal, pohon-pohon kurma, tanggul pantai hingga patung-patung abstrak yang menyebar di wilayah pantai.

Tak hanya itu, penyajian diksi dikemas secara menarik dan membuat pembaca asyik ketika menikmati cerpen tersebut. Pengarang secara apik melukiskan suasana dan keberadaan situasi di Timur Tengah dengan menyajikan gaya bahasa yang menggunakan majas. Hal inilah yang menjadikan ketertarikan pembacanya. Majas yang menonjol digunakan adalah majas personifikasi. Misalnya,

“Butir-butir pasir digoreng matahari”

“Hamparan pasir mendidih, meliuk-liuk di permukaannya”

“Burung elang melayang tinggi di atasnya, pekiknya melengking ke telinga Sulastri”

Kata-kata digoreng, meliuk-liuk, dan melengking sebenarnya merupakan sebuah sifat atau perbuatan dari manusia. Kata-kata tersebut digolongkan dalam majas personifikasi karena mengibaratkan sifat manusia ke dalam benda-benda mati. Namun, pengarang dengan sengaja menggunakan kata-kata tersebut di dalam cerpen agar tampak bernyawa.  

Secara keseluruhan cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar digolongkan sebagai karya sastra yang mahal. Kejeniusan pengarang dalam mengelola setiap diksi menambah daya tarik pembaca. Selain itu, cerpen tersebut juga mengandung makna yang mendalam. Namun, sebuah karya sastra juga memiliki kekurangan dan kelemahan. Berdasarkan sudut pandang saya, alur dari cerpen tersebut masih membingungkan karena di tengah-tengah cerita terdapat gambaran Sulastri yang mengeluh dan menyatakan perasaanya kepada suaminya, Markam mengenai kehidupan dirinya beserta anak-anaknya. Namun, Markam tak menggubris pernyataannya. Setelah itu, digambarkan kembali bahwa Sulastri membaca buku yang sering dibaca Markam. Pada saat itu, Sulastri mulai membayangkan dan mengeluh kembali mengenai kehidupan keluarganya. Hal tersebut menurut saya masih sedikit berbelit. Apabila dinikmati oleh pembaca awam, hal tersebut pasti akan membingungkan dalam memahami cerpen tersebut.

Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar dapat diakses melalui:

https://lakonhidup.com/2011/12/05/sulastri-dan-empat-lelaki/ 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengupas Lebih Dalam Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufik Ismail

Mendongkrak Paradigma Feminisme Cerpen Tahi Lalat Karya M. Shoim Anwar

Semarak Hari Raya dalam Puisi Idul Fitri Karya Sutardji Calzoum Bachri