Paradoks Sosial dalam Cerpen Di Jalan Jabal Al-Kaabah karya M. Shoim Anwar

 

Ketika membaca cerpen Di Jalan Jabal Al-Kaabah karya M. Shoim Anwar kita akan disuguhkan dengan gambaran bentuk suasana di tanah suci. Ya, penulis mengajak kita seolah-olah berada di Arab Saudi. Ternyata kehidupan di sana tidak kalah persis dengan kehidupan kita di Indonesia. Sama halnya ketika kita mengunjungi makam 9 sunan atau makam tokoh ulama yang terkenal, di sekitar area pemakaman kita pasti mendapati pengemis yang meminta-minta dengan berbagai cara agar pengunjung merasa iba kepadanya. Ada yang berpakaian lusuh hingga berpura-pura cacat. Segala cara mereka tempuh guna mengharap belas kasih pengunjung makam.

Sebenarnya cerpen Di Jalan Jabal Al-Kaabah karya M. Shoim Anwar mengisahkan tentang kehidupan masyarakat yang berpikir bahwa seluruh takdir termasuk rezeki merupakan kehendak Tuhan. Memang seluruh rezeki merupakan kehendak Tuhan, namun sebagai manusia kita harus bekerja keras untuk mendapatkan rezeki tersebut dan dengan cara yang halal pula. Berdasarkan pemahaman saya sebagai pembaca, masyarakat dalam cerpen tersebut justru menyalahgunakan pemikirannya dengan cara yang tidak benar. Bagi mereka mengemis juga bagian dari ibadah karena “rezeki di tangan Allah.” Tokoh utama dalam cerpen berusaha untuk menyingkap dan meluruskan pemikiran mereka dengan cara membuka pakaian salah satu pengemis yang berpura-pura cacat. Namun usahanya tidak berhasil karena terdapat pembela yang justru berpikiran bahwa semua kerja keras pengemis tersebut merupakan hak mereka.

Nah, dari ulasan tersebut sangat menarik bukan? Terdapat dua pandangan berbeda dari cara berpikir orang-orang yang bekerja meminta-minta. Pendapat pertama diungkapkan oleh tokoh utama yang berpikiran bahwa meminta-minta adalah penipuan yang merugikan orang lain walaupun atas dasar ibadah. Pendapat kedua diungkapkan tokoh pembela yang mengungkapkan bahwa meminta-minta merupakan urusan pribadi karena mereka tidak memaksa dan hal itu merupakan hak mereka. Entah kita memberinya ataupun tidak, toh mereka juga tidak mengharuskan kita untuk memberinya.

Sebuah pemikiran yang bersifat paradoks. Bagaimana tidak, pernyataan tersebut apabila dicemati secara kritis dapat dibenarkan kedua-duanya. Namun, sebagai penikmat karya sastra, saya lebih berpihak kepada pandangan pertama. Ya, meminta-minta adalah suatu penipuan. Tidak boleh dibenarkan bahwa hal tersebut merupakan sebuah ibadah. Cara mereka dalam mendapatkan rezeki tidak benar. Apalagi yang berpura-pura cacat padahal fisiknya masih sempurna. Sungguh mereka tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan.

Pernyataan “rezeki di tangan Allah” sebenarnya dapat dibenarkan apabila kita berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mendapatkan rezeki tersebut. Terkadang banyak juga yang masih tidak paham atas pernyataan tersebut. Mereka hanya beribadah dan berdoa khusyuk, tetapi tidak berusaha bekerja keras. Tawakal memang benar dilakukan, namun juga harus disertai ikhtiar agar dapat menggapai seluruh permintaan yang diharapkan. Oleh sebab itu, jangan pernah putus asa dalam berusaha dan bekerjalah selagi fisik masih kuat dengan cara yang benar.

Dalam cerpen tersebut dapat dilihat bahwa penulis ingin menyampaikan bentuk pembenaran mengenai makna “tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” Penulis menggambarkan pengemis yang sesuai dengan realita bahwa kebanyakan dari mereka sebenarnya memiliki fisik yang masih kuat. Namun mereka malas dalam mencari rezeki. Segala cara ditempuh guna mendapatkan uang tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan ke depannya.

Menurut saya cerpen Di Jalan Jabal Al-Kaabah karya M. Shoim Anwar selain menarik juga memiliki daya jual yang tinggi karena mengandung makna yang sangat mendalam. Pembaca diajak berpikir secara kritis bagaimana bentuk usaha dalam mencari rezeki yang benar dan halal. Selain itu, muncul sebuah paradoks yang membuat pembaca harus teliti dalam menelaah secara mendalam bentuk yang sesuai dengan kebenaran. Hanya saja, cerpen tersebut masih terdapat penulisan yang tidak sesuai. Seperti penulisan konjungsi ‘dengan’ di awal kalimat dan kata ‘dipangkuan’ yang sebenarnya di pisah penulisannya. Bentuk tersebut dapat merugikan pembaca pemula sebab bisa-bisa diyakini kebenaran penulisannya. Namun, hal tersebut tidak menutupi kelebihan cerpen ini. Secara keseluruhan cerpen Di Jalan Jabal Al-Kaabah karya M. Shoim Anwar dapat dikatakan karya sastra yang mahal.

Cerpen Di Jalan Jabal Al-Kaabah karya M. Shoim Anwar dapat diakses melalui:

https://adhidreamtoparis.blogspot.com/2014/12/di-jalan-jabalal-kaabah-oleh-m.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengupas Lebih Dalam Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufik Ismail

Mendongkrak Paradigma Feminisme Cerpen Tahi Lalat Karya M. Shoim Anwar

Semarak Hari Raya dalam Puisi Idul Fitri Karya Sutardji Calzoum Bachri